Senin, 19 Desember 2016

ROMBONG SETAN TIDAK TERJADI DALAM SEMALAM

*ROMBONG SETAN TIDAK TERJADI DALAM SEMALAM*
Apakah *rombong setan*? *rombong setan* adalah sebuah cantolan dari ulama’ faqih tentang gambaran pengaruh dunia. Digambarkan ada seseorang mempunyai rombong makanan yang amat sangat laris, sehingga saking larisnya sampai lupa tidak sholat, meremehkan acara pengajian, lalai membaca Quran, lupa akan segala kewajiban ibadahnya, karena terlalu sibuk dengan rombongnya.

Itulah yang dinamakan *rombong setan*. Karena pengaruh setan berupa *rombong* yang laris akhirnya malah lalai beribadah dan malah terjerumus dalam dosa. Saya yakin insyaAllah kita semua sudah sering mendengar nasehat ulama tentang *rombong setan*.  Kata *rombong* sekarang dapat berupa semua profesi, pedagang, politikus, pekerja kantoran, tenaga medis, atau profesi apapun.

Namun pernahkah kita sadari bahwa pada kenyataannya, fenomena *rombong setan* tidak terjadi dalam semalam? Rasanya hampir mustahil seseorang yang sholeh dan taat beragama yang barusan memulai usaha bakso tiba2 langsung lalai dengan  kewajiban ibadahnya gara2 baksonya super laris. Bagaimanapun, dia akan merasa dosa, merasa bersalah, jika hal itu terjadi.

Justru yang biasa terjadi adalah fenomena kecil yang makin lama makin menjerumuskan pada kelalaian.

Saat lalai ibadah pertama kali, masih merasa berdosa.
Kemudian diulangi lagi, dan mulai berdalih : _aaah sesekali telat ngaji kan ga papa_.

Semakin tenggelam dalam kesibukannya, timbullah dalih : _aah sesekali ga ngaji kan gpp,_

semakin terjerumus dan mulai jarang ngaji, dalihnya : _aah, yang penting saya sholat dan shodaqoh_

terjerumus makin dalam dan ga pernah ngaji lagi, baca quran pun jarang jarang, akhirnya berdalih : _aah kan shodaqoh saya banyak, ga ngaji, sholat lalai ya gpp_

Akhirnya jatuh pada dasar kelalaian, ngaji, shodaqoh, baca alQuran, sholat ditinggalkan, *tidak ada dalih*. Ya, tidak ada dalih, karena tidak merasa hal itu adalah suatu dosa sehingga tidak perlu menggunakan dalih.

Disinilah fenomena *rombong setan* terjadi. Tanpa terasa, kefahaman agama dan kesholihan seseorang tergerus sedikit demi sedikit karena pengaruh dunia. Ketika fenomena *rombong setan* terjadi, pada umumnya orang sudah tidak lagi merasa dosa atau bersalah telah meninggalkan kewajiban ibadahnya. Seperti dalam dalil :
إِنَّ الْمُؤْمِنَ يَرَى ذُنُوبَهُ كَأَنَّهُ قَاعِدٌ تَحْتَ جَبَلٍ يَخَافُ أَنْ يَقَعَ عَلَيْهِ ، وَإِنَّ الْفَاجِرَ يَرَى ذُنُوبَهُ كَذُبَابٍ مَرَّ عَلَى أَنْفِهِ » . فَقَالَ بِهِ هَكَذَ
“Sesungguhnya seorang Mukmin itu melihat dosa-dosanya seolah-olah dia berada di kaki sebuah gunung, dia khawatir gunung itu akan menimpanya. Sebaliknya, orang yang durhaka melihat dosa-dosanya seperti seekor lalat yang hinggap di atas hidungnya, dia mengusirnya dengan tangannya –begini–, maka lalat itu terbang” (tidak peduli dengan dosanya)"

Sejalan dengan firman Allah dalam *QS shof ayat 5* : َ

فَلَمَّا زَاغُوا أَزَاغَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ ۚ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ)

Maka ketika menyimpang, maka Allah akan semakin menyimpangkan hati orang tersebut. Hidayah dan keimanannya dicabut tidak terasa. Segala amalan yang menjauhkan diri dari ibadah dihias hiasi sehingga dianggap sebagai amalan yang baik dan bermanfaat.

Seperti dalam surat *Muhammad ayat 25* :
إِنَّ الَّذِينَ ارْتَدُّوا عَلَىٰ أَدْبَارِهِمْ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْهُدَى ۙ الشَّيْطَانُ سَوَّلَ لَهُمْ وَأَمْلَىٰ لَهُمْ
Sesungguhnya orang orang yang murtad atas punggung mereka setelah jelas petunjuk pada mereka, setan telah menghias hiasi (amalan) mereka dan memanjangkan angan2 mereka.

Segala alasan pembenar kita dalam meninggalkan ibadah adalah upaya setan dalam menghias hiasi amalan jelek kita sehingga nampak sebagai amalan yang baik. Itulah keahlian setan yang makin makin canggih.

Kesimpulannya :
*rombong setan sering kali tidak terjadi dalam semalam, namun merupakan proses pelan pelan yang melenakan*

Mengetahui fakta miris tersebut, marilah kita sejenak merenung. Sudah terjerumus sedalam apakah kita? Apakah kita masih merasa bersalah jika meninggalkan kewajiban ibadah? Apakah kita sudah mulai mengajukan dalih dalih dalam kelalaian kita? Atau bahkan apakah kita bahkan tetap merasa tenang dan nyaman dalam kelalaian kita?
*Mari kita koreksi diri kita masing masing*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar